Dalam bulan Desember 2018 ini ada sederet
hari-hari penting yang memberikan kita kesempatan untuk merefleksikan kembali
apa makna di balik hari-hari penting tersebut. Ada dua hari
penting yang saling bersentuhan yakni Hari
Hak Asasi Manusia (HAM) yang diperingati setiap tanggal
10 Desember dan Hari Ibu yang diperingati
setiap tanggal 22 Desember.
Bertepatan dengan Hari HAM sedunia
10 Desember, ini merupakan saat yang sangat tepat untuk merenungkan kembali tindak
tanduk dan perilaku kita dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pertanyaan menarik, apakah kita
sebagai satu dari 240 juta bangsa Indonesia sudah menghormati harkat
dan martabat sesama? Sebab yang kita saksikan saat ini adalah,
kekerasan, terorisme, pembunuhan, penganiayaan, perkosaan, perdagangan anak dan
perempuan, dan lain-lain terus terjadi dan manusia menjadi korban.
Manusia tidak lagi menjadi ‘ homo homini socius’, mahluk sesama
untuk sesama, tetapi lebih tampil sebagai ‘homo homini lupus’,
manusia menjadi srigala untuk sesamanya. Kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), adalah satu dari sekian
pelanggaran HAM yang mayoritas juga dialami oleh Ibu.
Maka, tanggal 22 Desember, bertepatan
dengan Hari Ibu Nasional, kita pantas melakukan
permenungan, khusus bagi ibu, terutama ibu
kita masing-masing dan selaksa ibu di negeri tercinta, juga ibu dalam konteks global.
Apakah perlakuan anak terhadap ibu sudah
sungguh mencerminkan bhakti anak pada ibunya? Apakah suami sudah
memberikan penghargaan pada ibu yang melahirkan dirinya dan anak-anaknya? Apakah hukum berpihak
pada kaum ibu? Apakah kebijakan politik dan pembangunan juga
memperlihatkan kepedulian pada kaum ibu? Atau justru sebaliknya,
masih ada perendahan harkat dan martabat kaum ibu?
Jika jawabannya, dan
kenyataannya adalah ‘ibu’ masih menerima perlakuan yang tidak
manusiawi, saatnya semua pihak harus kembali
meneropong diri dan jiwanya untuk mendapatkan jawaban bahwa engkau bukan
kecambah yang tumbuh dari tanah olahan petani, tetapi engkau
adalah kehidupan yang tumbuh dalam rahim seorang perempuan oleh
perkawinan suci lalu dilahirkan dalam perjuangan antara hidup dan mati seorang
ibu sejati. Dan, untuk kita renungkan bersama, laki-laki memang diciptakan
untuk menguasai alam, tetapi perempuan diciptakan untuk menguasai laki-laki.
Anda tentu bisa menginteprestasi lebih cerdas lagi.***agust g thuru
Posting Komentar