ENAM TIPE SEORANG PEMIMPIN
 |
Gerakan kaki dan tangan pemimpin ja'i sangat menentukan gerakan seluruh penari di belakangnya (Foto: Alfred) |
Keriuhan
menjelang pemilihan kepala daerah baik bupati maupun gubernur di NTT semakin
terasa. Keriuhan itu terutama oleh barisan pendukung setia dan bahkan fanatik
dari para calon. Selama itu berjalan dalam koridor demokrasi yang dewasa, yang
saling menghargai perbedaan tanpa harus “menelanjangi” kelemahan pribadi yang
seharusnya menjadi ranah privat dan bukan ranah publik, sangatlah sejalan
dengan arti demokrasi itu sendiri.
Kali ini saya
mencoba mengupas secara singkat tentang tipe-tipe pemimpin menurut beberapa
ungkapan dalam bahasa Bajawa. Bagi yang mempunyai pandangan, atau padanan dalam
bahasa setempat silakan menerjemahkannya untuk mendukung jagoannya. Tulisan ini
tidak berpretensi untuk menunjuk pada figur tertentu, tetapi bermaksud memberi
gambaran kepada pemilih untuk menentukan siapa pemimpinnya.
Pertama: “Nunu
rada bata, fao masa kedhi banga” (artinya harafiahnya: pohon beringin yang
berada di ujung kampung (biasa gerbang kampung) menjadi tempat berteduh semua
orang, baik besar maupun kecil). Seorang pemimpin itu seorang pengayom, seorang
figur yang bisa melindungi, mengayomi, menaungi semua orang. Sebagai pengayom
dia tidak bisa pilih-pilih. Bagai beringin yang tidak memilih burung manapun
untuk bersarang atau manusia manapun untuk berteduh, seorang pemimpin harusnya
demikian.
Kedua: “Mosa
lina, mosa meku dhapi mosa kisa” (mosa lina= pemimpin yang bersih dan adil;
mosa meku= pemimpin yang lembut; mosa kisa= pemimpin yang bisa menengahi,
adil). Seorang pemimpin/kepala daerah dalam dirinya tersemat atribut sebagai
mosa lina, mosa meku dan mosa kisa. Dan itu tergambarkan dengan jelas dalam
sepak terjangnya selama ini di tengah-tengah masyarakat. Pemimpin yang demikian
sering disebut: “fiki ba nono dhiri, lina nga pia kisa” pemimpin yang bisa
menyingkirkan yang kotor ke pinggiran dan menempatkan yang jernih di
tengah-tengahnya. Setiap keputusannya adalah untuk menegahkan kebenaran bagi
semua dengan menyingkirkan yang menghalangi kepentingan umum ke
pinggiran/dijauhkan dari kekuasaannya.
Ketiga: “Kezo
uli, tange dala” (artinya memutar haluan sesuai arah yang tepat). Pemimpin tipe
ini dipercaya sebagai pemimpin yang setia pada arah dan tujuan perjuangannya,
yang seia sekata antara janji yang terukur dengan kenyataan yang bisa
dikerjakan. Pemimpin model ini, tidak suka basa basi, tidak suka mengumbar
janji. Yang penting sudah terpilih, sekarang terserah gue itu bukan hasrat
pemimpin seperti ini.
Keempat: “Mosa
pado pera, mosa pera zala, mosa da dhanga na’a pata” (artinya, mosa pado
pera=pemimpin yang bisa memberi mengajar; mosa pera zala= pemimpin sebagai
penunjuk jalan; mosa da dhanga na’a pata= pemimpin yang bisa menasihati dan
mendidik). Pemimpin model ini adalah pemimpin yang bisa menjadi teladan,
panutan. Pemimpin seperti ini dikenal dengan istilah: dia ngia moe ja’i pera
wai, menari paling depan sebagai “patokan” untuk penari di belakangnya. Seorang
pemimpin itu diibaratkan sebagai pemimpin ja’i yang lentur, yang bisa
mengarahkan gerak dan gaya penari di belakangnya. Selentur-lenturnya pemimpin
dia tetap seorang yang bisa memberikan teladan.
Kelima: “Dia
kisa sama saka woka, dia logo wi dho’o toko tengu” (dia kisa sama soka woka= di
tengah seperti “pacul” yang membalik tanah; dia logo wi dho’o toko tengu= dia
belakang untuk memegang tengkuk). Bagi masyarakat agraris di Ngada ungkapan ini
sangat jelas bahwa seorang pemimpin itu seperti seorang tukang cangkul yang
berusaha menggemburkan tanah pertaniannya. Dan biasanya di desa, orang selalu
bekerja sama secara bergotong royong. Maksudnya seorang pemimpin yang sukses
dan berhasil itu selalu melibatkan banyak orang untuk maju bersama. Dan untuk
itu sang pemimpin biasanya memberikan contoh dengan teladannya sendiri. Kalau meminta
warganya menanam pohon, maka ia sendiri sudah melakukannya untuk dirinya
sendiri. Ketika meminta rakyatnya untuk hidup sederhana, dia sendiri bisa
mencontohkan meski dia sangat kaya raya.
Keenam: “Bani
moe lako witu, jota moe jara maka roga” (artinya berani seperti anjing berburu
dan lincah seperti kuda yang berlari di atas bebatuan). Pemimpin model ini
adalah pemimpin yang berani mendobrak, bersikap luwes, bijaksana walaupun sulit
dan ditentang banyak pihak. Kalau dia merasa apa yang dilakukannya untuk
kemajuan warganya, dia akan konsisten dan berjuang hingga sukses.
 |
Pemimpin yang berwibawa mampu menjadi dirigen tarian massal. (foto dari tapalbatasnegeri.wordpress.com) |
Demikian
beberapa ungkapan dalam bahasa Bajawa yang saya kira cocok disematkan untuk
calon pemimpin NTT ke depan. Bagi orang Ngada dan mungkin Nagekeo juga
kabupaten lain di seluruh NTT pasti sudah mulai menemukan pemimpinnya
sebagaimana yang saya gambarkan di atas.
Selamat memilih
jagoan Anda. Kesalahan Anda memilih hanya akan membuat Anda menyesal selama
lima tahun ke depan.
Salam dari Kaki Merapi
yang dingin sehabis hujan deras hampir sepanjang hari. 20 Januari 2018
(Diramu dan disari dari berbagai sumber dan pengalaman)
Alfred B. Jogo Ena
#PenulisdanEditor
#Konsultan Penulisan Buku
#Bajawa Press
Pemimpin selalu menjadi pusat perhatian. Ungkapan-ungkapan Bahasa Bajawa selain kaya akan makna filosofis sesuai dengan sosio-budaya, juga kaya akan pesan kehidupan (manajerial) yang patut diteruskan oleh generasi selanjutnya.
BalasHapusMari kita lestarikan budaya kita.