Sosok Rhenald Kasali adalah akademisi dan praktisi bisnis kelahiran
Jakarta. Ia kini ketua program
Pascasarjana ilmu manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia
produktif menulis buku yang selalu menjadi best seller. Buku-buku
hasil karyanya antara lain; Sembilan
Fenomena Bisnis – 1997, Membidik
Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting dan Positioning, Gramedia Pustaka Utama (1998), Sembari Minum Kopi Politiking di Panggung
Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Sukses
Melakukan Presentasi, Gramedia Pustaka Utama (2001), Change!, Gramedia Pustaka Utama (2005), Recode Your Change DNA, Gramedia Pustaka
Utama (2007), Mutasi
DNA Powerhouse, Gramedia Pustaka Utama (2008), Wirausaha Muda Mandiri,
Gramedia Pustaka Utama (2010), Myelin:
Mobilisasi intengibles sebagai kekuatan perubahan, Gramedia Pustaka Utama
(2010). Buku ini menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, Cracking Zone, Gramedia Pustaka Utama (2011) dan Cracking Value, Gramedia Pustaka Utama (2012).
Buku-buku ini laris di pasaran pembaca
sehingga hamper semuanya best seller.
Berikut ini beberapa
catatan yang penulis tangkap
dari penyampaian Rhenald Kasali.
Pertama, Credit Union masih bisa bertahan sampai hari ini. Mengapa CU masih bisa bertahan, menurut Rhenald
Kasali karena Credit Union relevan
dengan perubahan zaman. Artinya setiap
ada perubahan jaman, Credit Union masih
tetap dibutuhkan oleh para anggotanya. Credit Union adalah usaha bersama dari, oleh dan untuk anggota. Inilah yang
memungkinkan CU tetap bertahan dalam
setiap perubahan jaman.
Kedua, meskipun
Credit Union bertahan pada setiap perubahan jaman namun banyak yang cenderung
membawa masa lalu ke masa kini. Credit Union terperangkap pada masa lalu dan status quo. Banyak Koperasi
Kredit yang tidak mau berubah mengikuti tuntutan perubahan itu sendiri.
Banyak primer yang menghendaki system pengelolaan manajemen seperti di masa-masa awal berdiri. Maka tak
heran jika kepengurusan tak pernah berganti. Akibatnya sulit untuk beradaptasi dengan perkembangan
jaman yang tentu saja berbeda dari masa lalu.
Ketiga, ada kecenderung
orang membawa masa lalu ke masa
kini dan lupa bahwa seharusnya membawa
masa depan ke masa kini. Membawa masa lalu ke hari ini tentu tidak relevan
lagi. Masa lalu itu berbeda dengan masa
kini. Kebutuhan di masa lalu berbeda dengan di masa kini. Suasana di masa lalu berbeda dengan di masa kini. Tantangan di masa lalu tentu tak seberat di masa kini.
Menurut Rhenald Kasali, seharusnya ada
langkah berani yakni membawa masa depan ke masa kini, ke hari ini. Maka harus inovatif.
Keempat, perlu
adanya kepemimpinan seperti kepemimpinan
Dewa Brahmana, kepemimpinan seperti Dewa Wisnu dan kepemimpinan
seperti Dewa Siwa. Dewa Brahmana yang
mencipta, Dewa Wisnu yang
memelihara dan Dewa Siwa yang mengubah
atau bahkan merusak. Artinya kalau
ternyata apa yang diciptakan dan
kemudian dipelihara lalu mencapai titik jenuh maka harus ada yang mengubah.
Pertanyaannya, di Credit Union, siapa yang mau dan berani menjadi pengubah?
Kelima, setiap produk yang diciptakan pasti ada batas
usianya jika tidak ada gerakan untuk
peremajaan. Meskipun Rhenald Kasali
tidak secara terang memaksudkan Credit Union
yang enggan melakukan peremajaan tetapi kenyataan banyak primer yang enggan melakukan peremajaan kepengurusan.
Selalu beralasan belum saatnya
menyerahkan kepemimpinan kepada orang muda. Maka tak heran kalau banyak primer yang pendirinya menjadi ketua pengurus sampai usia uzur.
Primer yang tak melakukan kaderisasi sedang bergerak ke titik kehancuran.
Keenam, Credit Union
akan berakhir apabila sumber daya manusia (SDM) dibiarkan statis,
tak ada perubahan, tidak diremajakan dan
kaum tua enggan diganti dengan yang muda. Ini masih menjadi
fenomena dalam gerakan koperasi kredit
Indonesia. Kaum tua yang tidak inovatif
bertahan di pucuk pimpinan. Celakanya, ia sendiri sulit untuk menerima gagasan
orang muda yang tentu saja lebih paham dengan kebutuhan jaman sekarang.
Ketujuh, diperlukan keberanian untuk berubah dan lebih
banyak tindakan nyata ketimbang wacana belaka. Keberanian untuk berubah ituharus
nyata dalam gerakan koperasi kredit
Indonesia. Yang terjadi justru banyak Credit Union yang tetap
tak berubah karena merasa ada di zona nyaman. Akhirnya koperasi yang tidak berubah tergerus oleh
perubahan. Ketika koperasi yang lain,
yang melek pada perubahan terus maju dan inovatif, koperasi yang tidak mau berubah akhirnya tertinggal dan ditinggalkan
oleh anggotanya. Jaman “now” pelayanan manual sudah tidak relevan lagi. Koperasi harus
bergerak cepat, melayani anggota di saat anggota ada di mana saja. Maka para pengurus harus punya keberanian untuk
melakukan perubahan, jangan jadikan
perubahan sekedar sebagai wacana belaka.***agust g thuru
Posting Komentar