Oleh:
Martinus Agustinus Ghedodeghe
Aktivis
Koperasi Tinggal di Malapedho Inerie Ngada Flores NTT

Berbiaya
Besar
Dengan nada bangga Ketua
Pengurus Inkopdit V. Joko Susilo menyampaikan kepada Menteri Koperasi dan
UKM bahwa para peserta dari seluruh Indonesia datang ke Palembang dengan biaya sendiri.
Lalu pernyataan V Joko Susilo disambut dengan tepuk tangan meriah. Tentu para
peserta sangat paham bahwa yang dimaksudkan dengan biaya sendiri bukanlah biaya yang dikeluarkan dari kantongnya sendiri. Tentu yang dimaksudkan dengan biaya besar itu dikeluarkan
oleh Puskopdit atau Primer tempat ia bekerja dan mengabdikan
diri. Artinya, itu adalah uang anggota yang disisihkan dari SHU untuk kepentingan peningkatan sumber daya manusia.
Biaya peserta tergantung dari jarak tempuh.
Untuk peserta dari daratan Sumatera
atau Jawa tentu lebih murah
dibandingkan dengan dari Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT dan Maluku. Biaya peserta itu terdiri dari transportasi
udara, akomodasi selama beberapa hari di
Palembang ( disetor ke Panitia
Inkopdit) dan uang saku.
Bayangkan berapa besar biaya seorang
peserta dari Maluku atau NTT? Seorang peserta dari NTT
memaparkan, biaya yang harus
dikeluarkan untuk ke Loknas dan Open
Forum Inkopdit di Palembang cukup besar. Transportasi udara pergi pulang, biaya
akomodasi dan uang saku bisa mencapai Rp
10 juta perorang. Jadi helatan Lokakarya
Nasional dan Open Forum ini sungguh mahal. Tetapi harus dicatat bahwa
untuk pendidikan dan peningkatan
sumber daya manusia, memang harus mahal.
Kurang
Menghargai
Sayangnya, peserta Lokakarya Nasional dan Open Forum kurang menghargai uang
yang telah dikeluarkan oleh Puskopdit atau Primer yang mengirimnya ke Palembang. Banyak yang datang
ke kegiatan Inkopdit di Palembang
itu tanpa membawa semangat
besar untuk belajar. Pada hal, yang
dipercayakan sebagai pembicara di
Lokakarya Nasional maupun Open
Forum adalah para pakar
yang bukan saja semata-mata mentransfer ilmu kepada
peserta tetapi juga menyampaikan
pengalamannya membangun Credit
Union di Indonesia. Para tokoh seperti
Robby Tulus, Trisna Ansarli dan lain-lain tentu sudah dikenal oleh para
aktivis koperasi Indonesia.
Kurang menghargai “uang” dan kesempatan untuk belajar itu ditunjukkan
sebagian peserta Lokakarya dan Open Forum selama kegiatan berlangsung. Misalnya sekedar datang ke Hotel Horison tempat kegiatan
berlangsung lalu saat kegiatan sedang berlangsung ia keluar
dari ruangan menikmati rokok di ruang
loby sampai saat coffee break. Banyak
yang tidak menghargai pembicara
yang ditunjukkan dengan sikap keluar
sebelum session berakhir. Atau
saat Coffee break dan makan siang atau makan malam, setengah jam sebelum session berakhir setengah dari peserta sudah
meninggalkan ruangan. Lebih parah lagi
ada peserta yang tidak mengikuti
kegiatan dan memilih “jalan-jalan” atau
berbelanja.
Perlu
Selektif
Pihak Puskopdit atau Primer yang mengirim peserta ke
Lokakarya Nasional dan Open Forum Inkopdit
perlu selektif. Hanya mereka yang benar-benar berniat untuk belajar
yang dikirim dengan biaya lembaga. Mereka yang
kurang disiplin sebaiknya tidak
dikirim karena tak akan memberikan nilai
positif bagi perkembangan lembaga.
Regulasi penentuan peserta pun
harus diatur. Misalnya dengan melakukan test
membuat laporan sebuah kegiatan, contoh laporan kegiatan
rapat anggota. Dengan demikian pihak
pengurus yang mengirim bias mengukur
kemampuannya untuk menyerap ilmu yang akan ditawarkan oleh Lokakarya
Nasional dan Open Forum.
Para peserta diwajibkan untuk membuat laporan dan
mempresentasikannya kepada staf
manajemen yang belum mendapatkan kesempatan mengikuti. Hasil laporan tertulis antara peserta yang
satu dengan yang lainnya tidak boleh
sama. Laporan yang dibuat harus sesuai dengan yang ia dengar atau rasakan. Cara ini dilakukan agar para peserta serius
mengikuti kegiatan yang “berbiaya
besar” itu. Persyaratan ini juga bertujuan agar muncul kesadaran dari peserta untuk menhargai
kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Pengurus dan menghargai uang anggota yang telah disisihkan untuk kegiatan pendidikan.
Kiranya para peserta
Lokakarya Nasional dan Open Forum Inkopdit
di masa mendatang jauh lebih berkualitas. Kita mestinya jangan bangga
dengan jumlah peserta yang sampai menembus angka ribuan. Juga jangan
bangga kepada primer yang mampu mengirim
peserta sampai sepuluh atau duapuluh
orang. Yang harus kita bangga adalah, dengan jumlah peserta yang sedikit tetapi
berkualitas dan dapat menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi yang bermanfaat bagi pertumbuhan Gerakan Koperasi
Kredit Indonesia. Sampai jumpa di Bali pada Lokakarya Nasional dan Open Forum
Inkopdit Tahun Buku 2018. Bravo Koperasi Kredit Indonesia.***
Posting Komentar