Pada bulan Desember kita diajak untuk merefleksikan berbagai hal penting yang menyangkut masa depan bangsa dan negara, bahkan masa depan bangsa di dunia. Salah satunya merefleksikan peran ‘ibu’ yang tentu saja tak bisa diingkari.
Ada hari-hari penting sepanjang Desember ini yang mengajak para insan koperasi untuk melakukan refleksi mendalam untuk menangkap maknanya. Misalnya setiap tanggal 1 Desember masyarakat dunia memperingati Hari AIDS sedunia. Kita pun tahu, saat ini HIV/AIDS telah menjadi pembunuh berdarah dingin, menggempur kehidupan mayoritas orang muda dan menghentikan langkah jutaan orang untuk menggapai masa depannya.Ratusan ibu pun telah menjadi korbannya.
Tanggal 3 Desember diperingati sebagai Hari Penyandang Cacat. Para insan koperasi diajak untuk solider dengan saudara-saudara dan jutaan anak yang kurang beruntung, lahir dalam kondisi cacat atau karena suatu sebab menjadi cacat. Penyandang cacat di Indonesia diperkirakan mencapai lima juta orang, jumlah yang tidak kecil. Mereka tentu saja memerlukan perhatian, terutama pelayanan khusus. Kisah pedih yang dialami oleh para penyandang cacat Tuna Netra misalnya pada saat mengikuti Ujian Nasional, atau pengabaian hak-hal politik dan ekonomi, hak sosial budayanya kiranya menjadi keprihatinan bangsa Indonesia termasuk insan koperasi.
Tanggal 10 Desember adalah Hari Hak Asasi Manusia. Para insan koperasi harus juga merefleksikan kembali sejauh mana rasa hormat kita terhadap harkat dan martabat sesama manusia. Kejahatan pembunuhan, perkosaan, pelecehan seksual, penculikan, perdagangan perempuan, tindak kekerasan dalam rumah tangga, dan bentuk kekerasan lainnya masih marak terjadi.
Tanggal 13 Desember adalah Hari Kesatuan Nasional. Ini momentum bagi para insan koperasi untuk merefleksikan kembali nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia. Tahun-tahun terakhir ini, kita menyaksikan berbagai ancaman disintegrasi bangsa. Komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kini digoyang-goyang, lalu yang menonjol adalah sentimentisme kesukuan, kedaerahan, keagamaan atau kelompok dan golongan.Prinsip koperasi yang terbuka, tidak eksklusif, adalah salah satu cara membangun nasionalisme ke-Indonesia-an kita.
Tanggal 19 Desember diperingati sebagai Hari Bela Negara. Ini menjadi momentum sangat berharga bagi insan koperasi untuk semakin mengokohkan diri dalam membela Negara, khususnya melalui ladang garapan ekonomi kerakyatan yakni koperasi. Para insan koperasi adalah warga Negara Indonesia yang bukan saja dianjurkan, tetapi wajib bela Negara. Negara dalam konteks ini adalah Indonesia, negeri yang berdiri dengan perjuangan, tumpahan darah dan taruhan nyawa.
Tanggal 22 Desember Hari Ibu, para insan koperasi diajak untuk menghormati peran ibu, menghargai harkat dan martabatnya. Separuh lebih anggota koperasi adalah ibu dan calon ibu, meskipun mungkin sedikit saja yang diberikan peran sebagai pengurus, pengawas dan manajer. Realitas hingga kini, masih banyak ibu yang diperlakukan tidak semestinya, dimarginalkan secara sosial, budaya dan politik. Banyak ibu yang menerima perlakuan tidak adil dari suami, keluarga, orang-orang di sekitarnya bahkan anak-anak yang dilahirkan dari rahimnya. Memang ada sedikit ibu yang tak memperlihatkan jati dirinya sebagai ibu, tetapi secara kodrati, ibu adalah sosok yang cintanya kepada anak-anaknya tak pernah lekang dimakan jaman.
Dan di tanggal yang sama, 22 Desember, Hari Kesetiakawanan Sosial, para insan koperasi diajak untuk merefleksikan hakekat solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Di Indonesia perimbangan antara kaya dan miskin bagaikan jurang yang dari waktu ke waktu terus melebar. Yang kaya semakin kaya meski jumlahnya lebih sedikit dan yang miskin semakin miskin pada hal jumlahnya besar. Para insan koperasi diajak untuk saling menolong agar keluar dari masalah kemiskinan dan itu telah dilakukan dengan bergabung sebagai anggota koperasi. Hanya orang miskin menolong orang miskin, demikian kata Romanus Woga, Ketua Inkopdit.
Khusus Hari Ibu dan Hari Kesetiakawanan Sosial yang diperingati setiap tanggal 22 Desember kiranya dimanfaatkan oleh para insan koperasi untuk melakukan gerakan ‘sayang ibu’, terutama ibu, yang anggota koperasi, yang sakit, yang sudah tua dimakan usia. Sudah bisa dipastikan bahwa hanya koperasi yang paling tulus membangun kesetiakawanan sosial.Sebab dengan berhimpun di koperasi, maka si miskin memiliki power menolong sesama kaum miskin untuk sama-sama melangkah ke kehidupan yang lebih sempurna. Selamat Hari Ibu dan Selamat Hari Kesetiakawanan Sosial.
Menakjubkan
Perempuan atau ‘Ibu’ sudah berperan di berbagai sektor kehidupan. Di sektor perkoperasian peran ibu ditunjukkan sebagai anggota, sebagai karyawati, sebagai pengurus dan pengawas. Di sejumlah negara peran ibu dalam ikut mengembangkan koperasi sangat luar biasa dan menakjubkan.
Di lingkungan primer-primer Puskopdit Bali Artha Guna, perempuan atau kaum ibu itu tampil mengambil bagian baik sebagai anggota, sebagai pengurus, pengawas dan aktif di manajemen. Berdasarkan laporan Pengurus Puskopdit Bali Artha Guna pada RAT XV di Yogyakarta 27 April 2011 lalu, anggota perempuan di primer-primer adalah sebagai berikut. Kopdit Swastiastu 1.810 orang dari 3.803 anggota, Kopdit Tritunggal 1.221 orang dari 2.761 anggota, Kopdit Kubu Gunung 1.009 orang dari 2.218 anggota, Koperasi Mulia Sejahtera 1.034 orang dari 1.812 anggota, KSP Wisuda Guna Raharja 648 orang dari 1.511 anggota.Kopdit Sumber Kasih Tangeb 558 orang dari 1.280 anggota, KSP Duta Sejahtera 435 orang dari 1.105 anggota, Kopdit Artha Bhakti Asih 417 orang dari 855 anggota, Kopdit Kubu Bingin 296 orang dari 667 anggota.
Di Kopdit Insan Mandiri anggota perempuan adalah 312 orang dari 608 anggota, Kopdit Tirta Raharja 239 orang dari 502 anggota, Kopdit Bali Artha Mandiri 247 orang dari 459 orang, KSP Bhuana Kasih 199 orang dari 443 anggota, Kopdit Thabira 163 orang dari 413 anggota, Kopdit Artha Mandiri 154 orang dari 390 anggota, Kopdit Setia Kawan 153 orang dari 388 orang, KSU Kasih Abadi Palasari 183 orang dari 346 anggota, Kopdit Padang Asri 85 orang dari 206 orang, Kopkar Kosayu 94 orang dari 190 anggota dan CU St.Dominikus 23 orang dari 81 anggota. Jumlah anggota perempuan di primer-primer anggota Puskopdit BAG adalah 9.304 orang dari 20.099 anggota.
Data ini adalah laporan primer-primer pada akhir tahun buku 2010 yakni akhir Desember 2010. Diperkirakan, jumlah anggota perempuan mengalami pertumbuhan pada tahun buku 2011 yang sedang berjalan ini.Data ini mau memperlihatkan bahwa perempuan cukup aktif dalam gerakan koperasi.
Di sejumlah negara di Asia, peran perempuan dalam pengembangan koperasi cukup dominan. Misalnya para perempuan di Bangladesh. Negara ini terkenal dengan gerakan koperasi yang menjadikan mitra Grameen Bank memberikan pinjaman tanpa jaminan barang. Grameen Bank mendapat pujian banyak pihak termasuk dari Bank Dunia karena pinjaman yang diberikan tanpa agunan barang.
Pinjaman diberikan Grameen Bank dalam kelompok-kelompok kecil. Bila satu anggota mendapat kredit, anggota yang lain memberikan jaminan bahwa orang itu dapat membayar kembali. Jaminan diberikan atas dasar semangat kebersamaan. Dan tulang punggung dari kelompok-kelompok yang mendapat pinjaman dari Grameen Bank tanpa agunan itu adalah para wanita atau ibu-ibu. Selain itu, para ibu di sanajuga membentuk bank-bank desa milik koperasi-koperasi yang tersebar di berbagai daerah. Bank-bank koperasi di Bangladesh saat ini praktis dipimpin oleh para ibu yang mempunyai pengalaman berkoperasi secara cukup matang.
Apa yang dikemukakan ini bisa menjadi bahan refleksi bagi para pengurus koperasi untuk tak segan-segan memberikan peran kepada perempuan mengelola koperasi. Fakta di Indonesia, juga di Bali, NTB dan NTT menunjukkan bahwa koperasi-koperasi yang dikelola oleh perempuan jauh lebih berkembang dan sehat dibandingkan dengan koperasi-koperasi yang dikelola oleh kaum laki-laki. Mengapa koperasi yang manajemennya dipercayakan kepada perempuan lebih berhasil? Simak pendapat Menteri Negara Koperasi UKM RI dan Kepala Bidang Bina Lembaga Dinas Koperasi UKM Provinsi Bali dalam tulisan di halaman lain edisi ini.
Lebih Disiplin
Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan memuji peran perempuan di bidang koperasi. Apalagi, mayoritas koperasi yang sukses, pengurusnya adalah perempuan. Menurut Syarif, itu dikarenakan perempuan lebih disiplin, pintar, efektif, dan efesien.
Dikatakan Syarif Hassan, dari 166 ribu unit koperasi, enam puluh persen pengurus adalah kaum perempuan. Ini tidak didominasi satu provinsi, tapi merata di semua provinsi di seluruh Indonesia.Menteri Koperasi mengakui peran perempuan dalam koperasi sangat dominan di Provinsi Jawa Timur.
Ketika melakukan penandatanganan kesepakatan antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Koperasi dan UKM di gedung Kemenkop dan UKM, kawasan Kuningan, Jakarta,beberapa waktu lalu Menteri Koperasi tegaskan, koperasi-koperasi yang dikelola oleh perempuan jarang terjadi masalah.”Perempuan itu jujur dan cermat sehingga jarang terjadi masalah. Mereka juga sangat disiplin dan tak mau terjadi masalah yang membuat dirinya masuk dalam pusaran persoalan rumit”, ujar Syarif.
Pendapat Menteri Koperasi Syarif Hassan diakui oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari. Kata dia, sinergi dua kementerian yakni Kementerian Koperasi UKM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan dapat mempercepat perwujudan kesetaraan gender.
Linda mengatakan kesepakatan antara dua kementerian ini bisa menjadi titik awal untuk lebih meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam peran sertanya di koperasi. Dan juga kemandiran dalam mengembangkan usaha yaitu menyinergikan kegiatan kementerian menjadi satu gerakan utama di kedua belah sisi, gender dan menengah.
Lebih Dasyat
Perempuan itu polos, jujur, mampu menjaga harkat dan martabat. Sebagai ibu, karyawati atau sebagai pemimpin, perempuan lebih tertib. Dalam mengelola koperasi, sudah terbukti, sentuhan tangan perempuan itu dasyat. Koperasi yang mereka kelola senantiasa mengalami pertumbuhan.
Pengakuan ini dilontarkan oleh I Gede Indra,SE,MM Kepala Bidang Bina Lembaga Koperasi UKM Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali saat Mentik meminta komentarnya tentang peran perempuan (baca: ibu) dalam mengelola koperasi. Ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/11) Gede Indra ungkapkan, perempuan itu sosok yang cermat, teliti, familiar, mudah bergaul dan sejumlah keunggulan lainnya. Kepribadian itu tercermin dalam pengelolaan koperasi. Umumnya koperasi yang dikelola perempuan itu tertib administrasinya, tertib pencatatannya dan sangat jarang koperasi bangkrut. “ Karena itu koperasi wanita harus didorong untuk turut serta melayani kebutuhan masyarakat”, ujarnya.
Sebagai ibu rumah tangga tidak berarti perempuan tidak perlu terlinat sama sekali dalam ikut serta meningkatkan kesejahteraan secara ekonomis. Justru kaum ibu perlu didorong untuk turut serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga, misalnya dengan bergabung sebagai anggota koperasi.”Kita patut mengacungkan jempol bagi kaum ibu yang bergabung di koperasi baik yang berbadan hukum maupun belum berbadan hukum. Banyak perempuan mendapatkan modal dari koperasi untuk usaha produktif di rumah, ini sangat positif”, ujarnya.
Tentang pertumbuhan koperasi wanita, dijelaskan di Bali ada 225 buah koperasi wanita dengan 12.616 anggota. Umumnya koperasi wanita tersebut sehat usahanya, kegiatan simnpan pinjam juga sangat berkualitas dan meraih berbagai prestasi yang membanggakan. Karena itu Dinas Koperasi terus berupaya memberikan pembinaan. Memang dari sisi jumlah, 225 buah koperasi wanita masih termasuk sedikit, hanya 5,42 persen dari jumlah koperasi di Bali yang sudah mencapai 4000-an buah.
Dari sisi anggota, dibandingkan dengan jumlah anggota seluruh koperasi di Bali hanya 1,41 persen dan poenyerapan tenaga kerja 2,06 persen atau sekitar 365 orang. Tapi menurut Gede Indra, kaum perempuan juga tercatat sebagai anggota koperasi dari 4000-an koperasi yang ada di Bali.”Data terakhir memperlihatkan ada 35 persen jumlah anggota koperasi di Bali yang perempuan”, ujarnya.
Lebih lanjut Gede Indra katakan, Dinas Koperasi tidak mungkin sendirian melakukan pembinaan terhadap koperasi-koperasi termasuk koperasi perempuan. Untuk memajukan koperasi di Bali diperlukan kerja sama dengan instansi terkait seperti dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat , lembaga agama, dan lain-lain.
Dari sisi kontribusi pada ekonomi, menurut Gede Indra, kaum perempuan dengan kualitas pendidikan yang semakin meningkat, telah turut menentukan pertumbuhan ekonomi di Bali. Kaum perempuan sekarang banyak yang berpendidikan sarjana, magister , doktor bahkan profesor dan mereka telah turut menentukan kebijakan ekonomi di Bali.”Saya dengar banyak manajer koperasi yang bernaung di bawah Puskopdit Bali Artha Guna adalah perempuan dan koperasi yang dipimpinya berhasil”, ujar Gede Indra.
Disebutkan, misalnya Kopdit Kubu Gunung, Kopdit Kubu Bingin, Kopdit Sumber Kasih Tangeb, Swastiastu, Insan Mandiri dan lain-lain, manajernya adalah perempuan.”Koperasi-koperasi seperti Kubu Gunung dan lain-lain itu menurut penilaian Dinas Koperasi tumbuh dan berkembang sangat maju dan sehat. Jadi sentuhan tangan perempuan itu dasyat”, ujarnya menurut percakapan dengan Mentik.
Mencintai Ibu Tanpa Batas
Tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional. Satu lagi bukti bahwa ibu yang adalah kaum perempuan mendapat tempat terhormat dalam kancah kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Di lembaga koperasi, peran kaum ibu pun sangat sentral, sebagai anggota, pengurus, manajer dan karyawan.
Mengapa hari Ibu diperingati pada setiap tanggal 22 Desember? Sejarah mencatat, pada 22-25 Desember 1928 sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia di sebuah Gedung yang kini dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto Yogyakarta. Kongres menyepakati berdirinya Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Kongres Perempuan I dianggap sebagai tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Kongres bersifat eksklusif, sangat terbuka. Terbukti, para peserta adalah ibu-ibu yang bergabung dalam wadah organisasi Wanita Utomo, Wanita Tamansiswa, Putri Indonesia, Aisyiyah, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Wanita Katholik, dan Jong Java bagian Perempuan.
Berbagai isu yang mengemuka pada Kongres Perempuan I antara lain pentingnya persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan penjajahan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa. Selain itu kongres juga membicarakan masalah perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan dan lain-lain.
Kongres Perempuan II dilaksanakan pada Maret 1932 sedangkan Kongres Perempuan III tahun 1938. Pada Kongres III ini ditetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu Nasional. Melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 Presiden Soekarno menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Dengan ditetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional, maka kaum ibu di negeri tercinta ini mendapat penghormatan istimewa.Memang, mustahil ada manusia tanpa ibu, ada kelahiran tanpa perempuan, ada kehidupan tanpa air susu mama. Ibu adalah perempuan yang dengan setia mencintai buah rahimnya yakni anak-anaknya. Ibu bekerja multifungsi, di rumah ataupun di luar rumah tapi tidak mengabaikan tugas utamanya yakni ibu dalam keluarga. Memang, tugas yang paling wajar dan paling umum dari perempuan ialah tugas di rumah tangga sebagai ibu. Maka keluarga dan rumah tangga harus menjadi lapangan pekerjaan, bukan pekuburan atau penjara bagi ibu.
Bagi semua yang mengagumi sosok ibu, bagi anak-anak, balas budi dengan menghormati dan menghargai sudah cukup bagi seorang ibu. Maka, siapa saja, buatlah ibu tersenyum, maka engkau akan melihat bintang berkilau di matanya. Pandanglah ibu dengan senyum di bibir dan itu adalah kebahagiaan paling dalam bagi ibu. Semakin engkau mengagumi dan mencintai ibu, semakin engkau tahu bahwa ibu membuatmu termangu. Ibu…di cintamu aku termangu.*FAR
Potret Ibu di Sekitar Kita
Ibu adalah sosok yang luar biasa. Bahkan ketika ia hanya ada di rumah sepanjang waktu.Ibu dapat menyelesaikan semua pekerjaan pada waktu yang sama. Ibu bekerja di luar rumah, tetapi tak mengabaikan pekerjaannya sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya.
Dan di sejumlah tempat lain, di jalanan ramai, di pasar Badung dan Kumbasari, ada potret ‘Ibu’ pahlawan-pahlawan masa kini yang bercucuran keringat. Mereka adalah ibu yang berjuang memerdekakan keluarga dari kemiskinan.Misalnya, seorang ibu penjual jamu, sebut saja Sri Lestari, wanita asal Solo yang merantau ke Bali sejak sepuluh tahun lalu. Di Bali ia tinggal di sebuah kamar kontrakan bersama suami dan dua anaknya.”Suamiku sedang sakit, maka aku harus bekerja untuk menafkahi keluarga dan mengobati suami serta biaya pendidikan anak-anak”, ujar penjual jamu keliling ini. Jam lima pagi ia sudah meninggalkan kamar kontrakan, mengayuh sepeda keliling kota Denpasar, mendatangi para pelanggannya. Jam sepuluh pagi ia kembali ke rumah untuk mempersiapkan makan siang bagi suami dan anak-anaknya. Dan sore hari ia kembali mengayuh sepeda mendatangi para pelanggannya. Itulah keseharian ibu Sri Lestari.
Di Jalan Diponegoro Denpasar seorang ibu lainnya berjalan kaki menyusuri trotoar sambil menjunjung (suun) jualan di kepalanya dan menjinjing bawaan. Ibu muda, sebut saja Ketut melakoni pekerjaan ini hampir setiap hari, terutama pada pagi sampai dengan siang hari. Ibu Ketut menjual jajan keliling sejak dua tahun lalu. Suaminya bekerja dan dua anaknya masih kecil-kecil. Pendapatan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Biaya pendidikan anak dirasakan sangat tinggi tapi Ketut berniat anak-anak harus sekolah.”Saya bekerja demi pendidikan anak-anak”, ujarnya.
Di Pasar Badung, sosok ibu-ibu yang pantang menyerah, benar-benar adalah pahlawan untuk keluarganya. Ada banyak ibu yang menjalani profesi sebagai tukang suun atau tukang junjung. Pekerjaan yang dilakoni sejak pagi sampai pagi berikutnya. Ada yang memilih bekerja pada siang hari dan ada yang bekerja pada malam hari. Bukan hanya ibu-ibu, tetapi juga gadis-gadis muda bahkan anak-anak perempuan yang menjalani pekerjaan sebagai tukang suun di pasar terbesar di Bali dan yang tak pernah sepi itu.
Seorang tukang suun, sebut saja ibu Kerti, menuturkan, dirinya memilih menjadi tukang suun pada siang hari karena pada malam hari ia harus mengurus anak-anaknya. Ia mengaku janda sejak lima tahun lalu dan anak-anaknya masih kecil.”Siang hari mereka sekolah dan malam hari saya harus mendampingi mereka. Makanya saya pilih kerja siang”, ujarnya. Upah yang diperoleh tidak seberapa besar, tetapi cukup untuk menyambung hidup.
Lain pula dengan ibu asal Karangasem sebut saja Wayan. Ia bekerja sebagai tukang suun pada pagi sampai dengan siang kemudian dilanjutkan pada malam hari pukul 21.00 wita sampai dengan pukul 06.00 pagi. Merantau ke Denpasar sudah sejak sepuluh tahun lalu mengikuti suaminya yang orang Denpasar.”Saya bekerja untuk menambah ekonomi rumah tangga. Kebutuhan keluarga sangat besar, apa lagi sebagai keluarga Bali yang tak bisa mengelak dari berbagai upacara adat”,ujarnya.
Di jalan Gatot Subroto, persis di depan Taman Kota Lumintang, seorang ibu, sebut saja Luh Sriyani berpakaian seragam hijau terus memainkan sapu, membersihkan ruas jalan. Ia adalah satu dari ratusan pekerja yang dijuluki ‘laskar hijau’ Kota Denpasar, para tenaga kerja honorer dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar. Kebersihan jalan-jalan kota Denpasar memang ada di tangan mereka. Tapi mereka adalah ibu, yang coba membagi waktu antara tugas rumah dan bekerja mencari nafkah.”Saya ingin anak-anak terus sekolah. Maka saya harus ikut serta mencari uang.Ini pekerjaan yang sudah saya jalankan selama lima tahun”, ujarnya.
Beberapa ibu yang dipaparkan di sini hanyalah sejumlah kecil dari ribuan bahkan mungkin jutaan ibu yang harus bekerja untuk bisa menopang ekonomi keluarga. Maka bayangkanlah bagaimana mereka membagi waktu, antara bekerja dan mengurus keluarga, melayani suami, mengurus anak-anak, mendampingi mereka belajar, mencuci pakaian dan lain-lain, yang harus mereka kerjakan dalam waktu 24 jam. Sungguh luar biasa.Ibu…kamu memang luar biasa. ***agust g thuru
Posting Komentar