Di Bandara Soetta,Mei 2014 bersama Dewa Ayu Putriani
Quo Vadis Pendiri Koperasi
Quo Vadis adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahannya secara harafiah adalah “ke mana engkau pergi”. Quo Vadis juga diterjemahkan “mau dibawa kemana?” Dalam penggunaannya quo vadis bisa berarti arah gerak, tujuan atau visi. Dalam sebuah diskusi melalui media sosial seorang aktivis CU di Kalimantan Barat menulis demikian,”CU-CU yang dulu didirikan oleh sekelompok orang kini telah menjadi besar dengan kekayaan ratusan miliar bahkan triliun. Di saat sama pengurus maupun para anggota sudah tidak tahu dan tidak ingat lagi para pendirinya. Quo Vadis Pendiri Koperasi?”
Koperasi Kredit, Koperasi Simpan Pinjam atau Credit Union di seluruh Indonesia yang bergabung dengan Puskopdit dan Inkopdit tentu tak akan menyangkal bahwa keberadaan mereka karena jasa seseorang atau sekelompok orang yang berinisiatif membentuk komunitas, menyimpan, meminjam dan mempengaruhi orang lain untuk bergabung. Mereka itu seperti para petani yang menabur benih dan benih itu tumbuh sehingga menghasilkan panenan belimpah ruah. Yah, para pendiri koperasi itu seperti seorang petani yang menabur benih dan setelah panenan itu dijual di pasar, pembeli tak pernah bertanya siapa petani yang menabur benih.
Ada fakta miris yang menunjukkan betapa jasa pendiri koperasi dilupakan. Banyak pengurus, pengawas, manajer dan karyawan yang tidak mengenal pendiri koperasi tempat ia mengabdi. Jangankan mengenal sosok pendiri, membaca sejarah koperasinya pun belum pernah. Apa lagi ribuan anggota, jangankan tahu nama-nama pendiri, mengetahui tanggal lahir koperasinya pun menjadi hal yang langka. Kelemahan yang terjadi adalah, upaya pewarisan sejarah berdirinya koperasi dan pelaku-pelakunya tidak dilakukan. Buku Laporan RAT tidak mencantumkan sejarah koperasi padahal melalui RAT sosialisasi sejarah dan pelaku sejarah dilakukan. Setiap tahun ada RAT dan setiap tahun pula ada pewarisan sejarah kepada ribuan anggota.
Fakta lainnya, di Gerakan Koperasi Kredit Indonesia muncul wacana untuk memberikan balas jasa sepantasnya kepada para pendiri koperasi. Wacana ini muncul pada setiap kali digelar Rapat Anggota Tahunan (RAT). Hal ini tidak hanya dialami oleh koperasi-koperasi di Bali tetapi di Flores, Kalimantan, Jawa, Sumatera dan di wilayah lainnya di Indonesia. Banyak usul dari anggota bahkan pendiri itu sendiri agar koperasi-koperasi yang sudah besar dengan aset bahkan telah mencapai triliunan rupiah mulai memikirkan untuk memberikan balas jasa kepada para perintis atau para pendirinya. Pasalnya, terkesan jasa para pendiri diabaikan sementara dari sisi SHU koperasi sesungguhnya sudah bisa menyisihkan berapa persen SHU sebagai balas jasa terhadap para pendirinya.
Sampai saat ini wacana ini masih menjadi diskusi hangat kalangan penggiat koperasi maupun pendiri koperasi. Tentu kali ini menjadi bahan diskusi bagi para penggiat primer-primer anggota sekunder Puskopdit Bali Artha Guna. Perlukah para pendiri mendapat balas jasa yang besumber dari SHU? Atau para pendiri itu memperoleh penghargaan setahun sekali misalnya saat RAT atau ulang tahun koperasi? Jadi, quo vadis pendiri koperasi, mau dibawa kemana para pendiri koperasi itu? Anda yang menjawabnya.***agust g thuru
Posting Komentar