Masyarakat pedesaan adalah kelompok
yang sangat rentan terhadap berbagai permasalahan yang
membuat mereka tak berdaya. Salah satunya adalah rentan terhadap masalah
ketahanan pangan. Dan ketahanan pangan yang terganggu atau yang tak terpenuhi
menggiring masyarakat desa hidup di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan di perdesaan disebabkan
oleh banyak faktor, salah satunya yang paling dominan adalah krisis
ketahanan pangan karena gagal panen akibat perubahan
iklim, tidak terjangkaunya harga bibit tanaman pangan dan produksi, dan akibat
kebijakan perdagangan yang tidak adil bagi petani dan kelompok miskin lain.
Dampaknya adalah semakin menurunnya derajat kesehatan masyarakat desa,
khususnya anak-anak yang rentan mengalami malnutrisi. Laporan MDGs 2010
menunjukkan jumlah balita dengan berat badan rendah atau
kekurangan gizi mencapai 17,9% dari total jumlah Balita, Prevalensi Gizi Buruk
4,5 % . Sedangkan proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat
minimum menurut indicator target MDGs adalah 2.100 Kkal/kapita/hari.
Perubahan sistem produksi industri
pertanian yang lebih menitikberatkan mekanisasi pertanian adalah juga menjadi
salah satu faktor yang telah mempersempit peluang kerja dan meningkatkan jumlah
pengangguran dan arus migrasi, urbanisasi maupun migrasi ke luar
negeri, yang tidak terkelola dan mengabaikan aspek perlindungan bagi
warga Negara yang bermigrasi.Meskipun Pemerintah Indonesia memiliki kementrian
yang khusus mengurusi daerah tertinggal, dan terdapat Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta sejumlah kementrian memiliki program bagi
masyarakat perdesaan, namun pembangunan pedesaan tidak menunjukkan kemajuan
yang signifikan dan kondisi perempuan serta anak-anak di pedesaan semakin
memburuk.
Mengapa kehidupan masyarakat desa
masih saja dihantui oleh kemiskinan dan kelaparan? Penyebabnya antara
lain tidak adanya koordinasi antar kementrian, tidak adanya strategi nasional
(Stranas) dan Rencana Aksi Nasional (RAN) khusus pembangunan desa yang dapat
mensinergikan semua kementrian/lembaga, tidak digunakannya pendekatan berbasis
Hak Asasi Manusia (Human Right based Approach), tidak dihubungkannya
pembangunan pedesaan dengan implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW) , khususnya Pasal 14 CEDAW dan
Millennium Development Goals (MDGs).
Menurut Dian Kartika Sari,
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi,
sampai sekarang perempuan di pedesaan justru dihadapkan pada permasalahan
budaya yang belum menempatkan mereka secara setara. Kaum perempuan masih
terus mengalami diskriminasi dan kekerasan mulai dari tingkat keluarga,
masyarakat, sampai dengan pemerintahan daerah dan pusat. Berbagai kebijakan
mulai dari hukum tertulis, adat dan kebiasaan juga masih menempatkan perempuan
pada posisi yang tidak diuntungkan. Akibatnya mereka tidak dapat menikmati
hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya berdasarkan
persamaan hak, kewajiban dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan,
seperti hak atas tanah, hak untuk ikut dalam perundingan dan pengambilan
keputusan dan hak untuk menikmati proses dan hasil pembangunan.
Jika apa yang dikemukakan oleh
Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi ini benar, maka sangat
penting untuk mulai menguatkan dan menyegarkan kembali tentang pembangunan desa
yang harus melibatkan perempuan sebagai bagian dari warga desa, nasional sampai
dengan dunia. Untuk itu perlu dikaji ulang proses-proses pembangunan
dengan memperhatikan dan memrioritaskan pembangunan desa yang mengakomodir
prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender, sehingga pembangunan juga
memberi dampak yang positif bagi perempuan di desa. Perlu merumuskan Strategi
Nasional dan Rencana Aksi Nasional Pembangunan Desa yang menyinergikan semua
Kementerian dan Lembaga serta memastikan adanya Pengarusutamaan Gender dalam
strategi dan rencana tersebut.
Selain itu perlu menjamin
pembangunan desa yang setara dan dapat dinikmati oleh semua warga baik
perempuan dan laki-laki, termasuk menjamin diintegrasikannya perspektif keadilan
gender dalam RUU Desa. Perlu menciptakan ruang publik bagi perempuan pedesaan
dan memfasilitasi terbentuknya organisasi perempuan di pedesaan untuk
mempromosikan sumbangan perempuan pedesaan dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam pembangunan. Serta perlu bekerja sama dengan masyarakat untuk
memromosikan hak-hak perempuan pedesaan dan mendorong negara maupun masyarakat
untuk mendukung pemenuhan hak-hak perempuan pedesaan, seperti yang telah
dimandatkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan dan Tujuan Milenium (MDGs).
Untuk menghapus kemiskinan di desa,
terutama yang menimpa kaum perempuan maka pemerintah
harus mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan gender.
Dengan demikian perempuan pedesaan bisa berdaya dan menikmati
Hak Asasi Manusia, baik Hak Sipil-politik maupun Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya.Dalam aksi-aksi untuk memberdayakan masyarakat
pedesaan, koperasi berperan sebagai Lembaga Keuangan Mikro yang
sangat strategis dan langsung dirasakan oleh masyarakat.
Jadi, gerakan koperasi masuk desa harus dilakukan.
Bergerak Menuju Desa
Sejumlah koperasi di
lingkup Puskopdit Bali Artha Guna telah melakukan terobosan dengan
membuka tempat pelayanan di wilayah pedesaan di mana angka
kemiskinan masih tinggi dan didominasi oleh perempuan.
Gerakan koperasi turun ke pedesaan itu sudah dilakukan sejak lima
tahun terakhir ini. Koperasi-koperasi besar sudah
membuka tempat pelayanan di desa dan berencana untuk
membuka tempat pelayanan di seluruh kabupaten yang
ada di Bali, terutama di wilayah pedesaan.
Sampai saat ini dari 20 kopdit
di bawah payung Puskopdit Bali Artha Guna hanya ada 2
kopdit yang kantor pusatnya benar-benar di desa yakni
Kopdit Kubu Bingin di Desa Kemenuh Kecamatan Sukowati Gianyar dan KSU Kasih
Abadi di Desa Ekasari, Palasari Kecamatan Melaya Jembrana. Empat Kopdit lainnya meskipun
keberadaannya di desa namun punya potensi untuk berkembang karena
berada di dekat kota yakni Kopdit Tritunggal Tuka , Kopdit Sumber Kasih Tangeb,
Kopdit Tabhira dan KSP Bhuana Kasih Babakan. Selebihnya berada
di wilayah kota baik di Denpasar, di Dalung
maupun di Tabanan, Ibukota Kabupaten Tabanan, Negara
ibukota Kabupaten Jembrana dan Singaraja ibukota Kabupaten Buleleng.
Meski demikian, bukan berarti tak
ada gerakan dari koperasi-koperasi besar yang ada
di Denpasar atau yang keberadaannya masih di
pinggiran kota Denpasar, juga di ibukota kabupaten, bahkan yang ada
di desa, untuk turun gunung, masuk ke wilayah pedesaan. Koperasi-koperasi besar seperti
Kopdit Tritunggal Tuka, KSP Wisuda Guna Raharja, Kopdit Kubu Gunung, Kopdit
Swastiastu Singaraja dan Kopdit Kubu Bingin mulai menjawab harapan
Kementerian Koperasi dan UKM yakni melebarkan sayap
pelayanannya ke wilayah pedesaan.
Kopdit Kubu Bingin misalnya telah membuka
Tempat Pelayanan di Desa Duda Kecamatan Selat,Kabupaten Karangasem wilayah yang
memang benar-benar desa. Kopdit Kubu Gunung juga membuka
Tempat Pelayanan di wilayah desa yakni di
Tanah Lot, Baturiti, Asah Panji dan Air Sanih. KSP Wisuda Guna
Raharja juga membuka Tempat Pelayanan salah satunya di Palasari
desa Ekasari. KSP Wisuda Guna Raharja sampai saat ini
telah membuka kantor cabang di Tuban dan tempat pelayanan di Palasari,
Negara, Kampial dan Gianyar. Kopdit Tritunggal Tuka juga membuka
Tempat Pelayanan di Melaya yang merupakan wilayah pedesaan dan disebut-sebut memiliki
keluarga miskin yang cukup tinggi di Kabupaten Jembrana. Sedangkan Kopdit Swastiastu juga
membuka tempat pelayanan di sejumlah wilayah desa di Kabupaten
Buleleng seperti di Pancasari, Seririt dan lain-lain, bukti bahwa mulai
ada kebangkitan orientasi baru, gerakan koperasi menuju
desa.
Kehadiran koperasi-koperasi
di ‘desa’ sudah memberikan dampak positif. Paling tidak koperasi-koperasi
di bawah payung Puskopdit Bali Artha Guna telah membangun orientasi bergerak menuju desa
dimana masih menjadi kantong kemiskinan. Memang sangat diharapkan bahwa ada
banyak koperasi, terutama yang sehat dan profesional mau bergerak ke
desa dan menjadikan desa sebagai ladang pengabdian. Kita yakin koperasi bisa
memberdayakan perempuan pedesaan agar dengan kekuatan mereka sendiri bisa
mengakhiri kelaparan dan kemiskinan. Sejumlah koperasi sudah
memulainya, kapan yang lain?***agust g thuru
Posting Komentar