Kian hari kian mengkwatirkan. Makin
kesini semakin mengerikan
Setiap detik ruang pikir kita
dipenuhi setumpuk pertanyaan. Mengapa, Apakah, Kenapa, Dimanakah, Kapankah,
Bagaimana..
Begitulah kira kira yg sering kita
temui disetiap perbincangan org2 di mana mana termasuk di medsos.
Si setan kurab abstrak Covid-19 ini
begitu dasyatnya menembus batas ruang dan waktu tuk menyebarkan ketakutan dan
maut. Para calon penghuni Surga yg hari harinya berbicara dan dekat dengan Raja
Penguasa semesta alam pun lari terbirit birit, mengunci rumah dan diam dlm
kesunyian. Begitu juga para penguasa alam gaib kehilangan penglihatan dan ilmu
raga sukma. Bahasa slank menyebutnya " Jago2 Ilang Abis".
Si setan Kurap ini ternyata tidak
bisa dibasmi dengan ilmu2 sakti seperti:
Kunyuk melempar buah
Pukulan matahari
Angin topan melanda samudera
Ilmu Dasendria
Rengkah gunung
Panah Konta Wijaya Danu
Bunga kembang kusuma
Seruling sakti
Pedang Malaikat
Cambuk sakti Amarasuli
Tapak Buda
Cakar elang
Dewa mabuk
Jurus ular
Ru'u
Dll..
Dia hanya bisa dibasmi dg Ilmu
kebijaksanaan saja yaitu "KEDISIPLINAN" seperti:
Diam di rumah
Jaga jarak
Cuci tangan dg sabun
Mandi berkali kali
Minum air hangat
Berjemur di matahari pagi
Tutup perbatasan
Isolasi mandiri
Tidak boleh ngumpul
Tidak boleh mudik
Dengan ilmu kedisiplinan ini
ternyata punya efek samping yg tidak kalah dasyatnya sebab membasmi si setan
kurab abstrak ini membutuhkan waktu yg sangat lama alias tidak seketika
seperti:
Akses ekonomi ditutup
Dirumahkan
PHK
Kekurangan bahan pokok
Pengangguran
Kemiskinan
Kriminalitas
Nah siapa sih sebenarnya yg
bertanggungjawab atas efek samping ini? yaa.. pembuat kebijakan. Para pembuat
kebijakan ini sangat tidak siap. Banyak org berteriak.. lho terus kita makan
apa? Uang dari mana? Bayar kos pake apa? Cicilian gimana? Dan teriakan2 lainnya
yg memilukan.
Kita percaya dan memang terbukti bhw
pemerintah telah mengambil langkah2 untuk mengurangi dampak ini namun SYARAT
DAN KETENTUAN BERLAKU guessss. Padahal yg Rakyat perlukan mestinya tanpa
syarat. ASN mendapat hak utuh kerena mereka dianggap yg punya Negara. OJOL
didramatisir sedemikian rupa sebagai kelompok yg paling hina dina, melarat,
miskin dan papa sehingga perlu diprioritaskan. Atau anak2 mahasiswa/i yg
dianggap sebagai pemuda harapan bangsa perlu mendapat tempat dalam perhitungan
negara.. Terus yg lainnya gimana? Derita Lho gitu??
Ajakan untuk membantu sesama pun
dikumandangkan sebagai bagian dari Solidaritasme rasa kemanusiaan. Sehingga org
berlomba lomba untuk memberi dari kekurangannya TETAPI... Apakah dapat
berkelanjutan? Di bulan April ini, okelah masih bisa dilakukan..terus bagaimana
dg nanti? Bulan depan, dua tiga bulan kedepan dan sampe akhir tahun?
Dengan sisa pundi2 yg ada, sebagian
besar org kini mulai berbisnis kecil kecilan. Ada yg konvensional ada pula yg
modern berbasis online. Kendaraan2 pariwisata yg selama ini memuat para turis,
kini terparkir disetiap sudut jalanan untuk berdagang buah buahan.
Petanyaannya, kok sepiii? Ya ialah.. yg beli siapa? Klopun org membeli,
seberapa banyak? Kini setiap org yg masih memiliki cukup keuangan sudah
mengkalkulasikan secara matang bagaimana nasib hidup keluarganya sampai akhir
tahun setidaknya dpt bertahan 6 bulan kedepan kerena kesulitan ini bukan
kesulitan segelintir tapi nasional dan mendunia. Sangatlah naif jika bantuan
pemerintah terhadap rakyatnya masih dg persyaratan dan tertuju pada rakyat2
tertentu. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yg heterogen. Mereka sudah
terbiasa hidup berdampingan dengan siapapun, dimanapun di wilayah NKRI dimana
dijamin oleh undang2. Sehingga syarat2 tertentu mestinya diabaikan sementara dg
melihat mereka sebagai warga negara atau sebangsa dan setanah air.
Sementara disaat ini, kita bahkan
belum tahu atau menerima informasi secara pasti kapan derita ini akan berakhir.
Semuanya ngambang.. serba tak pasti.. yg pasti hanyalah hidup ini terus
berjalan dari waktu ke waktu dalam penderitaan yg teramat sangat. Mau
tersenyum, senyumnya terasa tawar.. mau tetap yakin bhw ini akan berakhir namun
keyakinan sudah secara perlahan mulai tergerus. Mau berjualan, semua orang
berjualan..tidak ada yg beli. Mau berharap dari Negara, Syarat dan ketentuan
berlaku.
Akhir kalimat yang nyata saat ini
yakni, HIDUPMU ADALAH TANGGUNGAN DAN URUSANMU SENDIRI. ITU DERITA LHO. BUKAN
KITA APALAGI MEREKA.. Jadi, janganlah
terus berharap dari org lain untuk mengisi perut anda yg lapar. Berjuanglah
sendiri. Uruslah diri sendiri dan kalaupun mati, ya mati sana sendiri.
Jika anda mendapat perhatian dg
memperoleh sumbangan dari siapa pun, bersyukurlah dan berterima kasihlah.
Jangan cemburu, jangan ngeyel, jangan Dengki, jangan Iri apalagi sakit hati
jika tidak mendapatkannya. Sebab itu bukan dari Negara. Hidupmu itu adalah
urusanmu. Bukan siapa2 apalagi org yg tidak ada hubungan kelahiran denganmu.
Klo mau berteriak, teriaklah pada pemerintah, bukan pada org2 disekitarmu sebab
mereka punya beban hidupnya sendiri.Semoga kemarahan jiwaku didengar meski saya
sendiri pun tidak meyakininya.***Frengky Doy
Posting Komentar