Perang urat syaraf di medsos dua
tiga hari terakir yang menjadi konsumsi publik kiranya membongkar kesadaran
kita dalam hidup dan bermedia sosial. Hidup manusia, ternyata belum sepenuhnya
berarti jika ia cuman militan berjuang membentengi diri terhadap derasnya arus
perkembangan zaman (medsos) tetapi enggan berupaya menjadi 'oase kehidupan'
bagi orang lain, dimana kesenjangan terjembatani dengan adanya kesalingan
memaafkan. Menerima dan memberi diri atas dasar keterbatasan dan kelebihan dari
setiap orang, dalam hal ini antara pihak Bp. Maichel Calvirad Meo, Bp. Stefanus
Hariyanto dan Bp. Us Molo (yang meskipun tidak sempet hadir dalam urusan ini
karena terkendala transportasi) lebih dikedepankan tuk sebuah goal "bonum
commune" baik di lingkungan kampus UTI pun paguyuban IKADA Bali.
Askribet status yang melekat dalam
diri Bp. Maichel Calvirad Meo Ghari, SH, M.H perlu diberi apresiasi. Akan
tetapi konsekuensi logis dengan predikat yang tersemat, baik dalam kaitanya
dengan keberadaan beliau sebagai salah satu staf Dosen pada civitas academika
kampus UTI Denpasar, Praktisi Hukum, maupun predikat sebagai nahkoda pada
sebuah guyub kecil Loka Soa Bali yang bernaung dibawa payung Ikada Bali
bertalian langsung dengan pengaktulisasian dalam cara berpikir, bertutur dan
bermedia sosial. Segala macam bentuk predikat yg disandangnya adalah memiliki
tanggungjawab yg besar kepada publik.
Itulah nilai plus yang dipetik dari
pohon persaudaraan yang dibaluti kasih dari sebuah silahturahmi ke rumah Bp
Maichel yang dimediasi oleh Bp. Franky Doy sebagai Ketua umum terpilih yang
didamping Waketum, Bp. Fancy Weti dan Biro Humas, Bp. Alfian Sapu pada hari
Selasa, 28 April 2020.
Mediasi yang dibangun berbuah pada
kesepakatan pada kesalingan memaafkan. Semoga apa yg telah terjadi menjadi
pembelajaran bagi siapapun kita agar berperilaku bijak dalam bermedia sosial. ***Stefanus
Hariyanto
Posting Komentar