Oleh: Stefanus Hariyanto (Sekretaris Umum IKADA Bali)
DALAM kehidupan kita sehari-hari,
suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, kita tidak akan pernah lepas dari
berbagai macam ukuran. Anda dan saya sepakat tentunya kalau dikatakan ada beberapa
ukuran yang sudah 'disepakati' oleh masyarakat kita, antara lain: ukuran
pakaian (S, M, L & XL) atau ukuran sepatu (37, 38, 39 dsbnya). Masalah
ukuran ini bukanlah perkara sepele. Misalnya kita memakai baju ukuran S, tapi
kita dibelikan ukuran XL, apa kata si dia dan akan mendapatkan pemandangan aneh
jika ukuran sepatu tidak disesuikan dengan kaki kita.
Nah, yang menjadi pertanyaan kritis
yang jarang kita pikirkan adalah "Apakah hidup seorang manusia juga
mempunyai ukuran? Bagaimana hidup bisa diukur? Alat apa yang digunakan
seseorang untuk mengukur hidup? Ukuran hidup yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk mengukur seseorang "berhasil" atau "tidak
berhasil" dalam hidupnya adalah "PUNYA" atau "BELUM PUNYA".
Misalnya saja: Apakah seseorang itu sudah mempunyai pasangan
(suami/isteri/pacar)? Apakah seseorang itu sudah mempunyai
pekerjaan/kedudukan/gelar? Apakah seseorang itu sudah mempunyai
rumah/mobil/aset hidup yang lainnya?
Itulah ukuran yang ada dalam
masyarakat kita saat ini. Apakah semua ini salah? Tentu TIDAK. Ini adalah
ukuran yang disepakati dunia. Dunia akan menghargai orang yang punya dan
menolak orang yang tidak punya. Baru-baru ini ada seseorang yang sharing pada
saya: "Betapa enaknya menjadi orang yang 'punya' segalanya. Dia dihormati
dimana-mana, entah dalam hal pekerjaan pun hidup menggereja sama saja.
Kata-kata orang yang 'punya' selalu benar. Bila salah pun akan menjadi benar
dan dituruti banyak orang, karena dia punya kekuasaan, kekuatan dengan banyak
hal yang dia punya". Dan memang inilah dunia yang kita punya, dunia yang
nyata dalam kehidupan sehari-hari, meskipun sering kita 'menolak' untuk
mengakuinya.
Namun, kita tidak perlu pesimis dan
berkecil hati, saya ingin menunjukkan kepada kita sebuah sisi lain dari
kehidupan dunia yang kita punyai ini. Bertolak ukur dari kehidupan Sang Maha
Guru kita, Tuhan Yesus sendiri. "Ukuran apakah yang dipakai dalam
hidup-Nya"?. Tuhan Yesus tidak memakai ukuran 'punya', tetapi dengan
ukuran 'memberi'. Mari kita lihat beberapa peristiwa yang dilakukan Tuhan
Yesus:Yesus memberi pengakuan kepada Zakeus, Yesus memberi harga diri kepada
seorang wanita Samaria, Yesus memberi hidup kepada Lazarus, Yesus memberi makan
kepada orang-orang di tepi danau Tiberias, Yesus memberi kesembuhan kepada
orang lumpuh di Bethesda. Sebagian besar hidup-Nya bukan diisi dengan kesibukan
‘mempunyai’ melainkan dengan kesibukan untuk 'memberi'. Tuhan Yesus mengukur
hidup bukan dengan bagaimana mendapat faedah untuk hidup, melainkan bagaimana
memberi faedah dari hidup.***
Posting Komentar
Komentar baru tidak diizinkan.