Puisi Karya Agus G. Thuru
Hujan Desember ini menyeretku
Ke kebun dan pondok ilalang
Di lereng bukit dan di lembah sunyi
Pada masa yang makin menjauh
Aku merindukan suaramu
Suara parau lelaki belukar
Merindu aroma tembakau daun lontar
Di saat hujan merias pucuk-pucuk jagung
Dan engkau mendendangkan riwayat kehidupan
Yang tak pernah mati rasa
Ke kebun dan pondok ilalang
Di lereng bukit dan di lembah sunyi
Pada masa yang makin menjauh
Aku merindukan suaramu
Suara parau lelaki belukar
Merindu aroma tembakau daun lontar
Di saat hujan merias pucuk-pucuk jagung
Dan engkau mendendangkan riwayat kehidupan
Yang tak pernah mati rasa
Tahun yang telah terlalu lama lewat
Berlari ke ufuk barat bersama matahari
Yang masih tertinggal adalah kenangan
Di gerimis hujan malam ini
Ketika kesederhanaan adalah harta mahal
Yang telah engkau tambatkan
Pada tonggak anak pejuang tanpa lelah
Penerus generasimu
Berlari ke ufuk barat bersama matahari
Yang masih tertinggal adalah kenangan
Di gerimis hujan malam ini
Ketika kesederhanaan adalah harta mahal
Yang telah engkau tambatkan
Pada tonggak anak pejuang tanpa lelah
Penerus generasimu
Hujan Desember ini
Mengiris seluruh tubuh dan darah
Tulang belulang seperti retak sudah
Karena rindu padamu
Seperti air yang masih terus mengalir
Dan belum waktunya mati
Meski engkau telah tiada
Ayah, engkau dimana?
Mengiris seluruh tubuh dan darah
Tulang belulang seperti retak sudah
Karena rindu padamu
Seperti air yang masih terus mengalir
Dan belum waktunya mati
Meski engkau telah tiada
Ayah, engkau dimana?
Denpasar, 6 Desember 2017
Posting Komentar