Belajar
Dari Pemikiran Herman Musakabe Tentang “Mencari Kepemimpinan Sejati di Tengah
Krisis dan Reformasi”
Oleh: Agus G. Thuru
Sosok
Herman Musakabe pasti dikenal oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Ia adalah
Gubernur NTT periode 1993-1998. Ketika ia menduduki jabatan Gubernur NTT
statusnya di militer masih aktif dengan
pangkat Mayor Jenderal. Ia pensiun dari TNI
pada 1995.
Herman
Musakabe lahir di Padalarang Jawa Barat pada 18 Juli 1940. Anda bisa menghitung
sendiri berapa usianya terhitung
Desember 2017 ini. Ia menyelesaikan pendidikan di SR (SDK) Bajawa Ngada (1953) lalu melanjutkan ke SMPK
Ndao Ende dan pindah ke SMPK Frater Kupang (1956). Menyelesaikan SMAK St.
Aloysius Bandung (1959) Herman Musakabe sempat kuliah di ITB jurusan
Farmasi/Apoteker (1960). Namun ia
justru lulus ujian masuk AMN Magelang dan dilantik
sebagai Letda Infanntri TNI AD tahun
1963. Ia menikah dengan Agnes
Yeanette Samuel tahun tahun 1968
dan dikaruniai putra-putri Stefanus Hendrik, Theodorus Alexander, Anastasi Tarahmi dan Maria Dwisantri (almarhumah).
Selama
30 tahun Herman Musakabe mengabdikan diri
di TNI. Ia pernah bertugas sebagai Dan Ton Kompi Pengawal Kodam VI Diponegoro, bertugas
di Sulawesi Selatan dalam rangka Operasi Militer menghadapi pemberontakan bersenjata di
Majene. Selanjutnya menjadi Komandan Kompi Yonif 609 (sekarang 612) Kodam XI
Mulawarman. Tahun 1966 sampai akhir 1967
ditugaskan di perbatasan Kalimantan Timur berbatasan dengan Serawak dalam
rangka Operasi Dwikora. Tahun 1968-1970
sebagai Dan Ki 3 Yonif 609 Modang Balikpapan dan menjadi kepala Bagian Pendidikan Latihan
Rindam IX/Mw (1970). Setelah itu menjadi
Komandan Batalyon 601 (kini 611)
Awang Long Samarinda (1974) dan Komandan
Kodim 0901 Samarinda (1875).
Tahun
1977-1980 Herman Musakabe dipercayakan sebagai Kepala Biro Staf Teritorial TNI
AD Jakarta, ia lalu mendapat tugas
sebagai Asisten Teritorial Kopur Linud Kostrad di Cilodong dan kemudian diangkat menjadi Direktur
Pendidikan Latihan pada Pusat Pengembangan Teritorial di Bandung. Tahun
1985 menjadi Asisten Teritorial Kasdam IX Udayana Bali.
Tahun 1986 diangkat menjadi Komandan Korem 163/Wirasatya Bali dan 1988
dipercayakan menjadi Kasdam IX Udayana dengan pangkat Brogadir Jenderal.
Tahun 1990 Herman Musakabe dipercayakan
sebagai Wakil Komandan Seskoad di Bandung
dan 1992-1993 menjadi Komandan Pusat Pembinaan Pendidikan TNI AD (1991) dan pada
1992-1993 menjadi Komandan Seskoad AD. Tahun 1993 – 1998 ia
dipercayakan sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur.
Menulis Buku
Herman
Musakabe adalah sosok pemimpin sejati
yang cerdas, kritis, piawai dan beriman. Hampir
seluruh perjalanan tugasnya
selalu bersentuhan dengan kepemimpinan baik semasa aktif di militer
maupun setelah menjadi Gubernur Nusa
Tenggara Timur. Sebagai sosok yang bersentuhan langsung dengan kepemimpinan,
Herman Musakabe menuangkan seluruh
pengalamannya dalam tulisan yang kemudian diterbitkan dalam
beberapa buku.
Salah
satu bukunya berjudul “Mencari Kepemimpinan Sejati di Tengah Krisis
dan Reformasi”. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Citra Insan Pembaru Jakarta
pada Juli 2009. Membaca buku setebal 190
halaman ini kita lalu dibawa pada situasi kepemimpinan negeri kita masa kini. Mungkin saja Herman Musakabe menulis refleksinya ini
pada situasi krisis multidimensi
1998 dimana ia
rasakan saat menjabat sebagai
Gubernur NTT. Tetapi apa yang dipaparkannya
dalam buku ini justru sangat relevan dengan situasi kini, dimana wajah pemimpin kita tidak lagi mencerminkan semangat “sejati” tetapi semangat untuk menumpuk harta melalui jalan pintas korupsi.
Maka di tengah gegap gembita dan sorak sorai Pemilihan
Gubernur atau Pemilihan Bupati pada 2018 yang sedang
menyelimuti beberapa provinsi dan
kabupaten/kota termasuk Provinsi NTT dan sejumlah kabupaten di NTT, kiranya buku “ Mencari Kepemimpinan Sejati di Tengah
Krisis dan Reformasi” ini pantas
dibaca oleh para Calon Kepala Daerah.
Buku
ini terdiri dari 10 Bab yakni Bab 1
Pendahuluan, Bab 2 Roh Kepemimpinan Sejati, Bab 3 Pemimpin Adalah Gembala, Bab
4 Pentingnya Visi Pemimpin, Bab 5 Komunikasi Urat Nadi Kepemimpiman, Bab 6 Proses
dan Investasi, Bukan Instan, Bab 7 Pengarus Pemimpin dan Pengikut, Bab
8 Penyimpangan-Penyimpangan Para
Pemimpinj, Bab 9 Krisis Kepemimpinan dan
Bab 10 Reformasi Kepemimpinan.
Buku
ini pantas dibaca oleh pada Calon Kepala Daerah maupun para Kepala Daerah di NTT yang masih aktif memimpin. Bagi para calon, buku yang ditulis oleh seorang bernama Herman Musakabe tentu bukanlah sekedar sebuah rekaan, terkaan, andai-andai tentang kepemimpinan
sejati tetapi merupakan refleksi pengalamannya sebagai “Pemimpin” baik di institusi TNI maupun
sebagai Gubernur NTT. Dalam konteks NTT yang sejak berdiri sebagai daerah otonomi sampai detik ini belum juga “makmur” dan
masih tergolong “Daerah Tertinggal”, buku ini
dapat menjadi referensi bagi para calon pemimpin untuk menimba pengalaman dari pemimpin
NTT terdahulu.
NTT
sesungguhnya tidak memerlukan pemimpin
yang punya “uang” karena uang sudah
ada (dari APBN/APBD). Yang dibutuhkan
NTT adalah pemimpin sejati, pemimpin
yang bermoral tinggi, pemimpin yang tidak tergiur oleh harta dan pemimpin yang
menggunakan APBD secara baik dan
benar demi kesejahteraan rakyat. Dalam bahasa Herman Musakabe, NTT perlu pemimpin yang dijiwai oleh
Roh Kepemimpinan.
Roh Kepemimpinan
Herman
Musakabe seolah bertanya kepada para
pembaca buku ini; Bagaimana sebaiknya pemimpin selalu menghadirkan roh kepemimpinan? Menurut Herman Musakabe agar pemimpin
selalu menghadirkan roh kepemimpinan maka: Pertama, bersatulah dengan Tuhan agar Tuhan selalu menyertai kepemimpinan Anda. Kedua, jadilah garam dan terang bagi
orang-orang yang Anda pimpin dan
mereka yang berada di sekitar Anda. Ketiga, carilah dahulu hal-hal yang utama yakni roh kepemimpinan
yang dapat menyelamatkan orang-orang yang Anda
pimpin, jangan mendahulukan hal-hal tambahan yaitu mengejar harta atau kekuasaan.
Keempat, mintalah hikmat kebijaksanaan kepada
Tuhan untuk dapat memimpinj dengan hati yang paham menimbang perkara
dengan dapat membedakan antara baik dan jahat. Kelima, jadilah pemimpin yang beriman karena iman dapat membantu keterbatasan sebagai manusia dan menjadi perisai melawan
hawa nafsu kejahatan. Ingatlah bahwa Allah itu Mahakuasa (Omnipotent), Maha
mengetahui (Omniscient) dan maha hadir (Omnipresent).
Keenam, bekerja dan berdoa, ora et labora
baik dilakukan pemimpin agar tidak
kehilangan roh kepemimpinan sejati. Ketujuh,
jaga agar roh kepemimoinan sejati tidak
memudar atau hilang kepercayaan, tanggung jawab, kehormatan, akseptabilitas,
visi, kewibawaan, keteladanan, kebijaksanaan dan keimanan kepada-Nya. Tanpa roh
kepemimpinan, posisi Anda sebagai
pemimpin tidak ada artinya.
Kita
berharap agar pemimpin NTT ke depan
benar-benar dijiwai oleh Roh Kepemimpinan sehingga mampu membebaskan NTT dari jerat-jerat kebodohan, kelaparan, busung
lapar, dan sebagainya. Bukan
berarti pemimpin yang sebelumnya tidak berkarya tetapi kita berharap agar NTT
semakin berkembang baik, bukan saja secara jasmaniah (maju secara material) tetapi terutama secara moral,
agar tidak ada koruptor-koruptor
berkeliaran di tanah NTT yang
masih miskin itu. Koruptor adalah musuh kita bersama yang pantas “diganyang”.***agust g thuru
Posting Komentar