Politik
bisa membuat orang melihat sesuatu yang belum pernah ada menjadi
"ada" dan sesuatu yang sudah "ada" menjadi tidak ada. Atau
dengan kata lain menjadikan sesuatu yang baru angan-angan menjadi kenyataan dan
apa yang sudah kenyataan menjadi angan-angan. Itulah propaganda politik jaman
NOW.
Tentu
semuanya wajar-wajar saja. Demi mencapai "goal", orang harus berlari
meliuk-liuk, seperti orang bermain bola harus goreng sana goreng sini agar bisa
menjebloskan bola ke dalam gawang. Kalau meleset di
pinggir gawang atau mental kembali setelah kena tiang atau palang gawang orang
diajak untuk legowo. Meskipun ada yang legowo setengah hati bahkan
"marah" sampai berdarah-darah. Sedangkan kalau bisa menjebolkan bola
ke gawang, orang pasti berteriak goooooooooooooollllll. Dan setelah itu berpesta
pora. Pesta kemenangan.
Kembali ke permainan politik meniadakan yang sudah nyata dan
membuat nyata yang masih angan-angan, hal itu juga wajar-wajar saja. Toh banyak
yang mengatakan, permainan politik adalah permainan adu strategi, adu
kecerdasan, adu siasat. Maka membuat sesuatu yang masih angan-angan menjadi
"seolah-olah" sudah ada disebut wajar-wajar saja, toh ini permainan
politik. Demikian juga meniadakan yang sudah ada seolah-olah yang sudah ada itu
angan-angan belaka juga disebutkan wajar-wajar saja, toh namanya juga strategi
politik.
Maka yang harus cerdas adalah konstituen, apakah ia mampu
melihat yang sudah ada itu benar-benar "ada" dan yang baru
angan-angan itu memang baru sebatas "angan-angan". Tentu memilih
pemimpin selain karena soal rasa, kedekatan biologis dan psikologis, juga
karena pemimpin itu sudah memberikan bukti nyata. Bukti nyata itu tidak
"nun jauh di mata dekat di hati" tetapi "dekat di mata, dekat di
hati, dekat di hidung", bahasa Bajawa mengatakan "dia mata pa, dia
mata ate, dia wolo ngizu". Selamat berpikir cerdas agar Anda tak
tertipu.***
Denpasar, 24 Januari 2018
Posting Komentar