Saat
pesta demokrasi sudah dimulai
Lagu
dan tarian mulai disajikan
Dan
bibir sembilu sudah diasah
Agar
tajam dan berdaya membunuh
Dan
ingatlah
Ketika
perang benar-benar berlumur lendir
Yah,
lendir saling menyerang
Lendir
saling membenci
Kemanusiaan
menjadi tak punya harga
Panggung
demokrasi negeri
Bisa
menjadi medan perang saudara
Kesantunan
bisa tak ada harga
Persahabatan
bisa dipatahkan
Karena
tahta yang diperebutkan
Harus
menjadi milik para pemenang
Meski
dengan cara saling mempecundangi
Ini
tahun demokrasi penuh pertempuran
Pesta
rakyat yang bisa penuh darah
Sebab
untuk sesaat
Kemanusiaan
diarahkan untuk biadab
Dan
para petarung
Bisa
saja menyingkirkan
Rasa
hormat menghormati
Meskipun
semua tahu batasan
Antara
kebaikan dan kebiadaban
Panggung
pertarungan telah didirikan
Menjadi
tempat untuk menularkan
Teriakan
untuk kemenangan
Semua
akan berjuang mati-matian
Demi
sebuah ujud: Demokrasi!
Demi
ujud sakral: Menang!
Meski
harus dengan cara mirisan
Yang
membunuh karakter kemanusiaan
Di
panggung demokrasi ini
Soal
rasa cinta bisa diabaikan
Dan
Tuhan menjadi rebutan
Tuhan
diklaim ramai-ramai
Menjadi
milik mereka yang beriman
Dan
bukan milik semua orang
Apalagi
yang ada di kelompok kafir
Di
panggung perebutan tahta
Tuhan
digiring ke pusaran duniawi
Untuk
berpihak pada kekuatan ragawi
Tuhan
menjadi sandaran
Mereka
yang punya berjuta suara
Dan mereka
yang punya berjuta otot yang liat
Tuhan
menjadi sahabat dekat
Mereka
yang mengaku agamais
Sambil
ramai-ramai memasung-Nya
Yang
sesungguhnya Tuhan itu
Tak
pernah gila kuasa dan jabatan.***
Denpasar
10 Januari 2017
Posting Komentar