PUISIKU SEHABIS HUJAN (10)
![]() |
Sungai Progo tempat menampung dan lewatnya segala yang bersih dan kotor (Foto: Alfred) |
Gelegar hujan porandakan mimpi
malamku. Hingar bingar memori terdesak tunggang langgang tersentak bebunyian
hujan di atap asbes rumahku. Berisik. Riuh.
Masih kalah berisik, kalah riuh
dengan kebisingan yang tersemat dari lontaran ujaran para pejabat yang suka
meralat maaf bila katanya membingungkan nalar. Apakah hendak dikata bodoh jika
ia suka bermanis kata tanpa paham substansi maknanya?
Hujan subuh ini seakan
menyapu-bersihkan sisa-sisa kemuakan yang masih menempel kotor pada awan-awan
yang tak terlihat di kelam subuh. Hujan subuh hendak lulurkan noda-noda semesta
yang bertebaran dari janji-janji yang tak ditetapi.
Tetapi mengapa masih banyak
yang mudah percaya pada mulut manis belepotan kecap yang meleler dari
lidah-lidah tak bertulang, yang ketika ditagih janjinya menjadi kelu tak
berurat? Ah, pasti ada alasan klasik: tidak semua janji bisa ditepati. Ini kan
politis. Ya bisa tipu-tipu, yang tertipu tanggung sendiri risikonya. Anda sudah
paham?
Hujan subuh muak lalu hanyutnya
semua kemuakan itu pada bak penampungan akhir membaur tak sedap dalam siklus
relasi sosial yang bergantian siang dan malam. Hujan saja muak, apalagi mereka
yang tertipu.
Hujan subuh bersihkan jiwa
kami.
Alfred B. Jogo Ena
Penulis dan Editor
Bajawa Press
Posting Komentar